Pesan dalam blog ini tidak akan pernah menyentuh jiwa yang kerdil, pemalas, pesimis, mudah patah semangat, tidak percaya diri serta tidak memiliki cita-cita ....

Tangis Untuk Adikku

                                Tangis untuk Adikku
Aku dilahirkan si sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku. Yang mencintaiku lebih daripada aku mencintainya.

Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadari. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.

"Siapa yang mencuri uang itu?" Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, "Baiklah, kalau begitu, kkalian berdua layak dipukul!"

Dia mengangkat tongkat bambu itu tinggi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkram tangannya dan berkata,"Ayah. aku yang melakukannya!"

Tongkat panjang itu menhantam pungung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi,"Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apalagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!"

Malam itu , ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata,"Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."

Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas provinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menhisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya memberengut,"Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik, hasil yang begitu baik" Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas,"Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?"

Saat itu juga, adikku berjalan ke hadapan ayah dan berkata,"Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku."

Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya."Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya?
bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!"

Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata,"Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya. Kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini."Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.

Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meniggalkan rumah dangan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: "Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang."

Aku memegang ker tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang.
Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.

Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ketahun ketiga. Suatu hari, aku sedangbelajar di kamarku, ketika taman sekamarku masuk dan memberitahukan,"Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!"

Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar,dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakan,"Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?"

Dia menjawab, tersenyum, "Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?

Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku,"Aku tidak peduli omongan siapapun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu..."

Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakainya kepadaku, dan terus menjelaskan,"Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga memilki satu."

Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis-nangis.
Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.

Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku hilang, aku menari seperti gadis kecil di depan Ibuku. "Bu, Ibu tidak perlu begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!" Tetapi katanya sambil tersenyum,"Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela bari itu."

Aku masuk kedalam ruangan kecil adikku. Melihat mukannya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan membalut lukanya. "Apakah itu sakit?" Aku menanyakannya.

"Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan." Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata deeras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.

Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan  apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan,"Kak, jagalah mertuamu saja. saya akan menjaga ibu dan ayah disini."

Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginnginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai menajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memilih bekerja sebagai pekerja reparasi.

Suatu hari, adikku di atas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu,"Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?"

Dengan tampang yang begitu serius pada wajahnya, ia membela keputusannya."Pikirkan kakak ipar --ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita apa yang akan dikirimkan?"

Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: "Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!"

"Mengapa membicarakan masa lalu?" Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.

Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya,"Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?" tanpa bahkan berpikir panjang ia menjawab,"Kakakku."

Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat."Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumptinya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya."

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku.

Kata-kata begitu susah kuucapakan keluar bibirku,"Dalam hidupku, orang yang paling aku berterimakasih adalah adikku."Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai. (Dari "I cried for my brother six times-swaramer)
                                                                                   *********************************************************************************************

                                    Kata bijak hari ini.
                                 Ada satu hal yang tetap lebih penting bagi perkembangan
                                 ilmu pengetahuan melebihi metode-metode cemerlang,
                               yakni kemauan keras untuk menemukan kebenaran,
                                   apa pun itu.

                                         (Charles Sanders Pierce)
                                            *******************************************************

Surat Terkhir Supir Tru

                                                                Surat Terkhir Supir Truk

Steamboat Mountain adalah pembunuh. Setiap sopir truk yang menyusuri jalan raya Alaska memperlakukannya dengan hormat, terutama di musim dingin. Tikungan dan Belokan jalan di gunung itu dan tebingnya yang curam menukik dari jalanan berlapis Es. Tak terhitung truk dan sopir truk yang tersesat dan masih banyak lagi yang diyakini akan mengikuti jejak terakhir mereka.

Dalam suatu perjalanan dijalan raya itu, aku bertemu dengan Royal Canadian Mounted Police (Polisi Kanada) dan beberapa mobil derel, menarik sisa sebuah mobil menaiki tebing terjal. Aku memakirkan trukku dan menghampiri sekelompok sopir truk yang diam mengawasi mobil hancur yang mulai muncul dari jurang.

Salah seorang polisi menghampiri kami dan berkata perlahan,“Saya minta maaf” katanya, “Sopirnya sudah meninggal saat kami menemukannya. Ia pasti melampaui jalan ini dua hari yang lalu waktu ada badai salju yang buruk. Tak terlihat banyak jejak. Untung kami melihat sinar matahari memantulkan Logamnya.” Ia menggelengkan kepalanya perlahan dan merogoh saku mantelnya perlahan. “ini…, mungkin kalian sebaiknya membaca ini. Rupanya dia masih hidup beberapa jam sebelum mati kedinginan.”

Aku belum pernah melihat polisi berlinang air mata. Aku selalu menyangka mereka selalu melihat kematian dan kesusahan sehingga mereka sudah kebal. Tapi ia menghapus air mata ketika menyerahkan surat itu kepadaku. Selagi aku membacanya, aku mulai menangis. Semua sopir terdiam membaca kata-kata itu, lalu berjalan kembali ke truknya maising-masing. Kata-kata itu terpatri dalam ingatanku, dan sekarang, bertahun-tahun kemudian, surat itu masih terlihat jelas seakan aku memegangnya di hadapanku. Aku ingin berbagi yang di ceritakan surat itu dengan anda dan keluarga anda.

….Desember 1974, istriku yang tercinta,

Tak ada orang yang ingin menulis surat seperti ini, tapi aku cukup beruntung memiliki kesempatan untuk mengatakan apa yang sering lupa kukatakan. Aku mencintaimu, Sayang. Kamu sering berkelakar bahwa aku lebih mencintai truk daripada kamu karena aku lebih banyak menghabiskan waktu dengannya. Aku memang mencintai mesin ini—ia baik padaku. Ia menemaniku dalam masa sulit dan tempat yang sulit. Aku selalu dapat mengandalkannya dalam perjalanan panjang dan ia dapat melaju cepat. Ia tak pernah mengecewakanku. Tapi tahu tidak ?? Aku mencintaimu Karena alasan yang sama. Kamu juga selalu menemaniku dalam waktu yang sulit dan tempat yang sulit.

Ingat truk kita yang pertama ?? Truk rongsokkan yang selalu membuat kita bangkrut, tapi yang selalu mengumpulkan cukup uang untuk kita makan ?? kamu harus mencari pekerjaan supaya kita dapat membayar sewa rumah dan bon tagihan. Setiap sen yang kuhasilkan untuk truk, sementara uangmu member kita makanan dan atap untu bernaung.

Aku ingat aku pernah mengeluhkan truk itu, tapi aku tidak pernah mendengarmu waktu pulang kerja dengan lelah dan meminta uang darimu untuk pergi lagi. Seandianya pun kamu mengeluh, mungkin aku tak mendengarnya. Aku terlalu terlena oleh masalahku sendiri sehingga tak pernah memikirkan masalahmu. Aku memikirkannya sekarang, semua yang kau korbankan untuku. Pakaian, liburan, pesta, teman. Kamu tak pernah mengeluh dan entah bagaimana aku tak pernah ingat untuk berterima kasih padamu untuk menjadi dirimu.

Saat aku duduk minum kopi bersama teman-teman, aku selalu membicarakan trukku, kendaraanku, pembayaranku. Rupanya aku lupa bahwa kamu adalah mitraku meskipun kamu tak berada bersamaku. Pengorbanan dan keteguhan hati dari pihakku dan pihakmu jugalah yang akhirnya membelikan kita truk baru. Aku begitu bangga dengan truk itu, hingga nrasanya ingin seperti meledak. Aku bangga akan dirimu juga,  tapi aku tak pernah mengatakannya. Aku menganggap kamu pasti sudah tahu, tapi andai aku melewatkan waktu untuk akan mengatakannya. Bertahun-tahun selama aku mendera aspal, aku selalu tahu doamu mengiringiku. Tapi kali ini doa ini tak cukup. Aku cidera parah.

Ini perjalananku yang terkhir dan ingin mengatakan semua yang seharusnya kukatakan sebelumnya. Hal yang terlupakan karena aku terlalu sibuk dengan truk dan pekerjaan. Aku memikirkan ulang tahunmu dan ulang tahun pernikahan kita yang terlupakan. Drama sekolah dan pertandingan Hoki yang kau hadiri sendirian karena aku sedang di jalanan. Aku memikirkan malam-malam sepi yang kau lewatkan seorang diri, bertanya-tanya dimana aku berada dan bagaimana keadaanku. Aku memikirkan semua saat aku ingin meneleponmu hanya untuk menyapa tapi tak pernah jadi. Aku memikirkan perasaanku yang damai karena tahu kamu berada dirumah bersama anak-anak menungguku. Tiap kaliada makan malam keluarga, kau selau harus menghabiskan seluruh waktumu untuk menjelaskan kepada orang tuamu mengapa aku tak dapat hadir. Aku sibuk mengganti oli; aku sibuk mencari onderdil; aku sedang tidur karena harus berangkat pagi-pagi esoknya. Selalu ada alasan, tapi rasanya sekarang alasan itu tak begitu penting.

Waktu kita menikah, kamu tak tahu cara mengganti lampu. Tapi, setelah beberapa tahun, kamu mampu memperbaiki perapian selagi badai, sementara aku menunggu muatan di Florida. Kamu menjadi montir yang cukup baik, membantuku memperbaiki, dan aku bangga sekali akan dirimu waktu kamu melompat kedalam truk dan mundur melindas semak mawar. Aku bangga akan dirimu saat aku masuk kehalaman dan melihatmu tidur di mobil menungguku.

Apakah itu jam dua subuh atau jam dua siang, kamu selalu kelihatan seperti seorang bintang film bagiku. Kamu cantik sekali. Mungkin aku tak mengatakannya akhir-akhir ini, tapi kamu memang cantik. Aku banyak berbuat kesalahan dalam hidupku, tapi seandainya, aku pernah mengambil satu keputusan Bagus, itu adalah aku Melamarmu.

Kamu tak akan pernah mengerti apa yang membuatku terus mengemudikan truk. Aku juga tak mengerti, tapi itulah cara hidupku. Masa susah, masa senang, kamu selalu ada. Aku mencintaimu, Sayang, dan aku mencintai anak-anak. Tubuhku sakit, tapi hatiku jauh lebih sakit. Kamu takkan hadir saat aku mengakhiri perjalanan ini. Untuk pertama kalinyasejak kita bersama, aku benar-benar sendirian dan aku takut. Aku sangat membutuhkanmu, dan aku tahu sudah terlambat. Lucu juga ya, tapi yang kumiliki sekarang adalah truk ini. Truk terkutuk yang mengatur hidup kita begitu lama.  Baja rongsok tempatku hidup selama bertahun-tahun. Tapi truk ini tak dapat membalas cintaku. Hanya kamu yang bias. Kamu beribu mil jauhnya, tapi aku merasakan dirimu bersamaku disini. Aku dapat melihat wajahmu dan merasakan Cintamu dan aku takut melakukan perjalanan terakhir ini sendirian. Katakanlah pada anak-anak bahwa aku sangat mencintai mereka dan jangan izinkan mereka bekerja sebagai sopir truk. Mungkin Cuma itu, Manis. Ya tuhan, aku betul-betul mencintaimu. Jagalah dirmu dan ingatlah selalu bahwa aku mencintaimu melebihi segala yang ada dalam hidup ini.
Aku Cuma Lupa mengatakannya.

Aku mencintaimu,
Bill

Rasa Sebuah Ketulusan

                                Rasa Sebuah Ketulusan
Seorang teman karib menghampiri meja kerja anda, dan memungut sebatang pensil yang patah. Pintanya,"Bolaeh aku pinjam ini?" Anda yang sibuk hanya menengok sekelebat dan berkata, "Ambil saja." Setelah itu anda lupa akan kejadian ittu selamanya. Padahal bagi teman anda, pensil itu amat beharga demi pengerjaan tugasnya.

Tahukah anda bagaimana "rasa" sebuah ketulusan? Setiap dari kita pasti pernah memberikan sesuatu dengan setulus murni. Namun, tidak banyak yang mampu memahaminya. Karena ketulusan bukanlah rasa, apalagi untuk dirasa-rasakan. Ketulusan adalah rasa yang tak terasa, sebagaimana anda menyilakan teman dekat anda mengambil pensil patah anda. Tiada setitik pun keberatan. Tiada setitik pun rasa berjasa. Semuanya lenyap dalam ketulusan. Sayangnya tidak mudah bagi kita untuk memandang dunia ini seperti pensil patah itu. Sehingga selalu ada rasa keberatan atau berjasa saat kita saling berbagi. Sayangnya tidak mudah juga untuk bersibuk-sibuk pada keadaan diri sendiri, sehingga pensil patah pun tampak bagai pena Emas. Jangan ingat-ingat perbuatan baik anda. Kebaikan yang anda letakkan dalam ingatan bagaikan debu yang tertiup angin.





                               Wisdom Of The Day
                        Keberhasilan tidak diukur dengan apa yang telah anda raih,
                                namun kegagalan yang telah anda hadapi, dan
                            keberanian yang membuat anda tetap
                                  berjuang melawan rintangan
                                yang datang bertubi-tubi.

Jendela rumah sakit

                                                     
Dua orang pria,  keduanya menderita sakit keras, sedang dirawat disebuah kamar di rumah sakit. Seorang diantaranya menderita suatu penyakit yang mengharuskannya  duduk di tempat tidur selama satu jam setiap sore. Untuk mengosongkan cairan di paru-parunya. Kebetulan,  tempat tidurnya berada tepat di sisi jendela satu satu yang berada di kamar itu.

Sedangkan pria lain harus berbaring lurus di atas punggungnya.

Setiap hari mereka selalu bercakap-cakap selama berjam-jam. Mereka membicarakan istri dan keluarga, rumah, pekerjaan, keterlibatan mereka di ketentaraan, dan tempat-tempat yang pernah mereka kunjungi selama liburan.

Setiap sore, ketika pria yang tempat tidurnya dekat jendela di perbolehkan untuk duduk, ia menceritakn tentang apa yang terlihat di luar jendela kepada rekan sekamar nya. Selama satu jam itulah, pria kedua merasa senang dan bergairah membayangkan betapa luas dan indahnya semua kegiatan dan warna-warna indah di luar sana.

“Di luar jendela, tampak sebuah taman dengan kolam yang indah. Itik dan angsa berenang-renang cantik, sedangkan anak-anak bermain dengan perahu-perahu mainan. Beberapa pasangan berjalan bergandengan di tengah taman yang dipenuhi dengan berbagai macam bunga bewarnakan pelangi. Sebuah pohon tua besar menghiasi taman itu. Jauh diatas sana terlihat kaki langit kota yang mempesona. Suatu senja yang indah.
Pria pertam itu menceritakn keadaan di luar jendela dengan detil, sedangkan pria yang lain berbaring memejamkan mata membayangkan semua keindahan pemandangan itu. Perasaannya menjadi lebih tenang, dalam menjalani kesehariannya di rumah sakit itu. Semangat hidupnya menjadi lebih kuat, percaya dirinya bertambah.

Pada suatu sore yang lain, pria yang duduk dekat jendela menceritakan tentang parade karnaval yang sedang melintas. Meski pria kedua tidak dapat mendengar suara parade itu. Namun ia dapat melihatnya melalui pandangan mata pria pertama yang menggambarkan demua itu dengan kata-kata yang indah.
Begitulah seterusnya, dari hari ke hari. Dan, satu minggu pun  berlalu.

Suatu pagi, perwat datang membawa sebaskom air hangat untuk mandi. Ia mendapati ternyata pria yang berbaring dekat jendela itu telah meninggal dunia dengan tenang dalam tidurnya. Perawat itu menjadi sedih lalu memanggil perawat lain untuk memindahkannya keruang jenazah.  Kemudian pria kedua meminta kepada perawat agar ia bias dipindahkan ke tempat tidur dekat jendela itu. Perawat itu menuruti keinginannya dengan senag hati dan mempersiapkan segala sesuatunya.  Ketika semuanya selesai, ia meninggalkan pria tadi seorang di kamar.

Dengan perlahan dan kesalita, pria ini memaksakan dirinya untuk bangun. Ia ingin sekali melihat keindahan diluar melalui jendela itu. Betapa senangnya, akhirnya ia bias melihat sendiri dan menikmati semua keindahan itu. Hatinya tegang, perlahan ia menjengukkan kejendela disamping tempat tidurnya. Apa yang dilihatnya ?? Ternyata jendela itu menghadap kesebuah TEMBOK KOSONG !!!

Ia berseru memanggil perawat dan menanyakan apa yang membuat teman pria yang sudah wafat tadi bercerita seolah-olah melihat semua pemandangan yang luar biasa indah di balik jendela itu. Perawat itu menjawab bahwa sesungguhnya pria tadi seorang yang buta bahkan bahkan tidak bias melihat tembok sekalipun.
“Barangkali ia ingin memberimu Semangat hidup” kata si perawat.

Renungan:
Kita pecaya, setiap kata selalu bermakna bagi setiap orang yang mendengarnya. Setiap kata, adalah layaknya pemicu, yang mampu menelisik sisi terdalam hati manusia, dan membuat kita melakukan sesuatu. Kata-kata, akan selalu mamacu dan memicu kita menggerakkan setiap anggota tubuh kita, dalam berfikir, dalam bertindak, dan bertindak.
Kita percaya, dalam kata-kata, tersimpan kekuatan yang sangat kuat. Dan kita telah sama-sama melihatnya dalam cerita tadi. Kekuatan kata-kata, akan selalu hadir pada kita yang percaya.
Kita percaya, kata-kata yang santun, sopan, penuh dengan motivasi, bernilai dukungan, memberikan konstribusi positif dalam setiap langkah manusia. Ujaran-ujaran yang semangat, tutur kata yeng membangun, selalu menghadirkan sisi terbaik dalam hidup kita. Ada hal-hal yang mempesona saat kita mampu memberikan kebahagiaan kepada orang lain. Menyampaikan keburukan, sebanding dengan setengah kemuraman, namun, menyampaikan kebahagiaan akan melipat gandakan kebahagiaan itu sendiri.


                    Jika anda membuat seseorang bahagia hari ini, anda juga
                      Membuat dia berbahagia dua puluh tahun lagi, saat ia
                                Mengenang peristiwa itu.

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Disini


ShoutMix chat widget

Yudhaime's Site